Suara koplo menyalip angin malam ketika panggung dangdut membuka sesi “Vision Night”. Kerumunan bergoyang, lampu menyapu wajah penonton, dan percakapan tentang kecerdasan visual ikut beredar. Di pinggir venue, satu cerita menonjol: AI Mahjong Ways yang dipakai seorang sopir robotaxi dari Lampung.
Rangkaian layar di sekitar panggung menampilkan efek AR yang disebut kru sebagai “Vision”. Bukan sekadar gimmick; efek itu mengantar obrolan penonton pada cara kerja kamera, model, dan detik pengambilan keputusan. Imajinasi publik tentang AI terasa dekat karena tampil di tengah musik rakyat.
Detail visual yang dipasang panitia membuat transisi warna lebih jelas. Penonton menangkap sorot, jeda, lalu letupan konfeti; urutan sederhana yang memancing obrolan soal timing. Di sela lagu, beberapa pengunjung berbagi catatan kecil mengenai ritme dan fokus.
Iwan, pengemudi robotaxi berbasis Lampung, menyebut momen festival sebagai “pemicunya”. “Ritme dangdut bikin fokus, AI bantu saya menakar timing,” ujar Iwan, sopir robotaxi Bandar Lampung. Ia menyebut telah mengantongi Rp86.500.000 dari proyek harian, hadiah komunitas, dan uji lapang perangkat; angka itu lalu ia alokasikan untuk kendaraan otonom.
Iwan berkisah tentang rute pendek sebelum hajatan musik. “Kalau ritme musik pas, kepala saya lebih rapi mengambil keputusan,” katanya. Ia menyukai rute konsisten tiap malam.
Percakapan Iwan tentang AI Mahjong Ways bukan soal peramalan kosong, melainkan tentang disiplin momen. Ia memilih tempo pendek, mencatat respons layar, dan berhenti ketika indikator mentok. Catatan itu kemudian dirapikan menjadi daftar sederhana.
Iwan menekankan bahwa daftar di atas bukan janji hasil. Ia memakainya sebagai pagar waktu dan ritme agar sesi tetap terkendali. Jika sinyal visual melemah, ia menghentikan sesi tanpa kompromi.
Bagi Iwan, musik membantu menjaga ritme, sedangkan “Vision” membuat visual kontras dan mudah dibaca. “Kalau tata cahaya rapi, saya tidak perlu menebak-nebak; saya hanya melihat jeda,” katanya. Ia menilai pendekatan seperti itu menekan keputusan tergesa.
Kru panggung menyusun jeda lagu dan pencahayaan dengan rapi. Jeda itu, bagi sebagian orang, menjadi waktu bernapas sebelum kembali fokus.
Dengan dana Rp86.500.000, Iwan mengajukan pembelian unit otonom lewat DOME234. Ia memilih paket uji yang menekankan garansi komponen dan pelatihan kru, bukan hanya unit. “Yang saya cari bukan sekadar mobil; saya ingin alat kerja yang bisa dipelajari tim kecil,” ujarnya.
Proses verifikasi berlangsung bertahap: dokumen identitas, simulasi rute, lalu sesi coaching. Iwan menilai tahapan tersebut membuatnya paham biaya perawatan dan batas pemakaian. Ia menyiapkan rekening khusus agar arus kas proyek tak bercampur.
Iwan menulis log setiap sesi dan membatasi durasi agar tidak melebar ke kebiasaan buruk. Ia menekankan jeda, evaluasi, serta menghentikan sesi ketika tanda penurunan muncul. Pendekatan itu membuat catatan tetap bersih dan mudah ditinjau.
Ia juga menyusun daftar “tiga lampu” untuk diri sendiri: hijau ketika fokus, kuning saat ragu, merah untuk berhenti. Metode sederhana ini membantunya menahan keinginan memaksakan momen. Dalam bahasa Iwan, “lebih baik berjarak sebentar daripada menyesal panjang.”
Festival memberi panggung bagi ide yang biasanya beredar di ruang teknis. AI Mahjong Ways jadi bahan diskusi, sementara robotaxi membuka jalur karier baru. Di antara sorak penonton, gagasan kerja yang terukur menemukan rumahnya.
Sejumlah komunitas transportasi lokal mengundang Iwan berbagi pengalaman. Ia membawa print‑out catatan dan menunjukkan cara menyederhanakan keputusan. Respon yang muncul tetap kritis, namun suasananya produktif.
Dari suasana dangdut dan cahaya “Vision”, Iwan menemukan ritme kerja yang terstruktur. Teknik kilat AI Mahjong Ways disederhanakan menjadi daftar realistis yang mudah dipantau. Dana yang terkumpul mengalir pada rencana kendaraan otonom via DOME234, menegaskan arah yang jelas.